Minggu, 12 Juni 2011

Ketika Musim Daftar Sekolah Tiba

FisMat C++ MENJELANG penerimaan siswa atau peserta didik baru tahun ajaran 2011-2012, benih-benih nepotisme dan kolusi mencuat.


Jalur khusus penerimaan peserta didik baru (PPDB) berlabel jalur mandiri, mengundang diskriminasi pendidikan. Jalur ini memberi jatah anak pejabat, bebas hambatan persyaratan yang berlaku umum.

Dinas Pendidikan Nasional memberi jatah bangku di sekolah-sekolah negeri favorit. Proporsi jatah bangku antardaerah cenderung berbeda, termasuk kuota PPDB asal-usul daerah calon peserta didik.

Di Kota Pontianak misalnya, tahun ini Disdik tetap memberlakukan kuota lima persen untuk perserta luar kota. Penetapan kuota ini bisa ditolerir, karena pengelolaan sekolah negeri menjadi tanggungjawab dan berpijak keuangan Pemda masing-masing.

Yang bermasalah, pelegalan siswa titipan pejabat, seperti di Kota Kediri, Jawa Timur. Putra-putri pejabat diberi kuota 10 persen dari daya tampung sekolah favorit. Kebijakan PPDB ala Orba ini, jelas melanggar UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 

Setiap warga negara mempunyai hak dan kesempatan sama mengenyam pendidikan. Anak petani, nelayan, pengusaha, politikus, pejabat Muspida sampai presiden, sama kedudukannya. Tak boleh ada diskriminasi, prioritas maupun privilege

Tak ada hak khusus kekebalan yang diberikan negara untuk kelompok terbatas, baik atas kelahiran maupun bersyarat. Mendiknas M Nuh tak boleh hanya menilai jalur Mandiri sebagai kebijakan memalukan. 

Tidak juga cukup mengimbau daerah-daerah agar tak memberlakukan kebijakan diskriminatif dalam PPDB yang dimulai 4 Juli mendatang. Kemendiknas wajib menindak Disdik yang memberlakukan kebijakan diskriminatif, karena melawan UU. 

Fungsi monitoring dan pengawasan ketat selama PPDB wajib dilaksanakan. Jika tidak, potensi distorsi kebijakan relatif terbuka. Tahun ini, PPDB hanya menggunakan dasar nilai ujian nasional (NUN) murni. Sistemnya beda dengan tahun lalu yang menggunakan NUN plus tes. 

                                                                                                                          Benteng Terakhir
Pertimbangannya, syarat NUN dan tes rawan kolusi dan penyelundupan siswa titipan. Motifnya, uang dan sumbangan gedung. Fenomena kapitalisasi, komersialisasi dan privatisasi yang mengancam dunia pendidikan. 

Kesempatan sama bagi anak-anak bangsa menimbah ilmu berkualitas menjadi terbatas. Kebijakan Kemendiknas mengakomodir siswa berprestasi dari keluarga miskin, berpotensi melenceng dari good will penyediaan mutu pendidikan yang adil.

Indikasinya, kini sekolah-sekolah favorit berdalih sulit mendapat calon siswa miskin. Di tingkat perguruan tinggi negeri (PTN) juga "mengeluhkan" kelangkaan calon mahasiswa miskin yang berprestasi.

Padahal, sesuai amanat PP Nomor 66 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, semua PTN wajib menampung 20 persen mahasiswa miskin yang mempunyai kompetensi akademik memadai.

Kran jalur khusus sebagai simbol komersialisasi dan diskriminasi pendidikan coba dibuka, baik di sekolah dasar, menengah dan atas maupun PTN. Risikonya, sekolah-sekolah berkualitas sarat anak-anak orang kaya dan anak pejabat, bukan anak warga miskin yang cerdas. 

Kita wajib mencegah penodaan keadilan pendidikan ini. Sektor pendidikan wajib kita selamatkan bersama. Jangan sampai dimensi pendidikan mengalami dekadensi, sebagaimana yang mengguncang sektor hukum dan politik di negeri kita.

Pendidikan harus kokoh sebagai benteng terakhir karut-marutnya negeri kita saat ini. Mari cegah diskriminasi dan komersialisasi PPDB di Bumi Khatulistiwa. Para kepala daerah sebagai tampuk tertinggi kekuasaan di daerah, wajib mengamalkan pendidikan adil dan murah bagi semua warga.

Transparansi PPDB, baik terkait syarat NUN, daya tampung dan biaya, jadi paramater ada-tidaknya diskriminasi dan komersialisasi pendidikan. Edukasi berkualitas siswa dan mahasiswa miskin yang cerdas, sejatinya "pintu" mengentas ketertinggalan dan kemiskinan Kalbar. 

Prinsipnya, makin banyak sumber daya manusia berkompetensi tinggi, kesuraman hidup warga Kalbar berangsur terkurangi. Ragam masalah sosial pun tereduksi seiring membaiknya mutu warga Kalbar yang terukur melalui indeks pembangunan manusia. Semoga!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Cheap Web Hosting