Selasa, 08 November 2011

Anis Baswedan: Pelajar Indonesia Harus Jadi Global Player

Les Privat UI, Jakarta - Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan mengatakan,  pelajar Indonesia diharapkan dididik menjadi global player sebagai upaya meningkatkan kompetensinya secara mendunia. Hal itu, kata Anies, bisa dilakukan melalui metode pengajaran di sekolah atau universitas.
Tidak hanya pendidikan domestik, tetapi mendidik mereka agar menjadi global player, misal dengan penguasaan bahasa asing, integritas diri, kompetisi diri.
"Tidak hanya (pendidikan, red) domestik, tetapi mendidik mereka agar menjadi global player, misal dengan penguasaan bahasa asing, integritas diri, kompetisi diri," kata Anies, di Kampus Paramadina, Jakarta, Selasa (8/11/2011).
Jika diproyeksikan, papar Anies, saat ini hanya terdapat 13.000 generasi Indonesia yang berkelas dunia. Padahal, menurut sebuah penelitian, idealnya suatu bangsa memiliki 30.000 generasi berkelas dunia.
"Oleh karena itu, selama sepuluh tahun ke depan kita harus kerja keras. Kita siapkan generasi, sebagai manusia baru Indonesia, sehingga bisa memiliki potensi sebagai warga dunia," katanya.
Anies mencontohkan, saat ini ada mata kuliah Antikorupsi di Universitas Paramadina yang wajib diikuti para mahasiswanya. Hal ini diharapkan agar generasi menghindari dirinya dari tindakan korupsi.
Mengenai tingginya angka pengangguran, kata dia, jangan disikapi dengan kekhawatiran yang berlebihan. Jika perekonomian tumbuh, otomatis pengangguran akan berkurang.
"Soal pengangguran jangan takut, begitu ada peluang ekonomi, mereka akan tersedot. Jangan takut dengan surplus tenaga kerja terdidik, yang perlu dikhawatirkan jika terjadi defisit tenaga kerja terdidik," ujar Anies.
Ia menggambarkan, pada masa awal kemerdekaan, Indonesia memulai semuanya dari nol. Oleh karena itu, apa yang terjadi saat ini tak perlu ditakuti. 
"Dahulu saat Indonesia merdeka, 95 persen warganya buta huruf. Jadi kita memulai dari nol besar, maka kita perlu melihat bijak dan tetap mensyukuri atas apa yang kita raih," katanya.

sumber: sini

Diperlukan Evaluasi Terhadap Desentralisasi Pendidikan

Les Privat UI, Jakarta — Penerapan desentralisasi yang telah berjalan sepuluh tahun dinilai perlu dikaji ulang. Khusus pada bidang pendidikan perlu ada evaluasi terkait dampaknya terhadap peningkatan kualitas pendidikan. Sejak reformasi, desentralisasi diberlakukan hampir di semua bidang, kecuali pada lima hal, yaitu keuangan, agama, hukum, dan pertahanan. Sebelum akhirnya ada penambahan bidang, yaitu sektor pendidikan.
Sudah waktunya ada review menyeluruh tentang penerapan desentralisasi dan dampaknya pada kualitas pelayanan dasar terutama pendidikan
-- Hetifah Sjaifudian
Anggota Komisi X DPR, Hetifah Sjaifudian, mengatakan, desentralisasi perlu dikaji ulang mengingat setelah diotonomikan, evaluasi kualitas pelayanan dasar pendidikan tidak mengalami kemajuan yang signifikan.
"Sudah waktunya ada review menyeluruh tentang penerapan desentralisasi dan dampaknya pada kualitas pelayanan dasar, terutama pendidikan," kata Hetifah, Senin (7/11/2011), di Jakarta.
Ia mengungkapkan, review yang dimaksud harus menyangkut kajian kebijakan dan aspek legal desentralisasi. Misalnya, Undang-Undang 32 Tahun 2004 dan PP yang terkait dengan pembagian kewenangan dan urusan juga harus dievaluasi.
Sebelumnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) menawarkan tiga pilihan pelaksanaan desentralisasi pendidikan. Namun, ketiga pilihan tersebut masih perlu dikaji dan dibicarakan dengan seluruh stakeholder yang ada.
Tiga pilihan yang ditawarkan oleh Kemdikbud, pertama adalah desentralisasi dilakukan tidak seragam. Artinya, hanya diberikan kepada daerah-daerah yang tingkat kesiapannya dinilai mencukupi.
Kedua, jika saat ini desentralisasi pendidikan sudah diterapkan sampai ke kabupaten/kota, nantinya desentralisasi pendidikan hanya akan diterapkan sampai ke tingkat provinsi. Dan ketiga, desentralisasi parsial. Artinya, dari semua tugas pendidikan, mulai dari menyusun kurikulum, dan sebagainya akan dipetakan mana yang menjadi kewenangan daerah, kewenangan provinsi, dan kewenangan pusat.
Opsi tersebut diberikan untuk mengatasi belum singkronnya antara kebijakan di pemerintah pusat dan daerah.
"Masing-masing opsi yang dikemukakan membutuhkan payung hukum yang menunjang, tidak bisa begitu saja menabrak aturan yang ada. Kecuali aturan tersebut direvisi terlebih dahulu," kata Hetifah.
Namun, ia menyadari, sentralisasi pendidikan belum dapat dilakukan sepenuhnya, melainkan bertahap. "Desentralisasi parsial di dunia pendidikan, saya kira itu yang paling mungkin," ujarnya.

sumber: sini

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Cheap Web Hosting